Posts Tagged ‘Indonesia’

Berikut ini adalah contoh Kertas Kerja Audit yang dilaksanakan di Kanwil VII DJKN Jakarta. Kertas Kerja Audit ini dibuat berdasarkan contoh KKA dari buku “Audit Keuangan Sektor Publik” karangan I Gusti Agung Rai. Kertas Kerja Audit ini tidak didasarkan pada audit sesungguhnya dan hanya ditujukan untuk memenuhi tugas kuliah.

Lembaga Audit Pemerintah

TIM AUDIT KINERJA

KANTOR PELAYANAN AGRARIA ADIPURA

Auditee                                : Kanwil VII DJKN Jakarta

Kertas Kerja Audit                                     Tahun Buku                        : 2012 dan 2013

Dibuat Oleh                         : SGW

Di-review oleh                   : ABI

Tujuan

Menentukan Area Kunci

Langkah-langkah

  1. Analisisis untuk menentukan area audit potensial dengan menggunakan pendekatan faktor pemilihan pada lima fungsi utama DJKN, yaitu:

a)      Perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang.

b)      Pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

c)       Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

d)      Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.

e)      Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pemeringkatan atas area audit potensial adalah sebagai berikut.

  1. Risiko manajemen, yaitu risiko bahwa entitas atau area yang akan diaudit melakukan tindakan ketidakekonomian, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan.
  2. Signifikansi, yaitu signifikansi dari suatu area audit yang berkaitan dengan tingkat besar kecilnya pengaruh kegiatan tersebut terhadap entitas secara keseluruhan. Di sini tim audit berfokus pada tingkat material finansialnya.
  3. Dampak potensial dari audit kinerja, yang meliputi unsur efektifitas, peningkatan perencanaan, pengendalian dan pengelolaan, serta peningkatan akuntabilitas efisiensi, ekonomi, dan kepentingan mutu pelayanan. Dalam hal ini kepentingan umum dimasukkan sebagai salah satu faktor pertimbangan dalam pembobotan karena entitas yang diaudit memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aspek kepentingan umum berkaitan dengan aspek sosial ekonomi kegiatan dan pentingnya pengoperasian kegiatan bagi parlemen dan publik.
  4. Auditabilitas, berkaitan dengan kemampuan tim audit dalam melaksanakan audit berdasarkan standar profesional.

Tim audit menggunakan matriks pembobotan untuk menyeleksi area audit potensial dengan skor sebagai berikut.

  • Tinggi           : skor 3
  • Sedang        : skor 2
  • Rendah       : skor 1
  1. Analisis untuk menentukan area kunci berdasarkan area dengan memperhatikan beberapa faktor sebagai berikut.
    1. Risiko manajemen, yaitu risiko manajemen atas tidak tercapainya ‘3E’ (ekonomis, efisiensi, dan efektifitas).
    2. Signifikansi, yaitu menilai apakah suatu kegiatan dalam area audit secara komparatif memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan lainnya dalam objek audit secara keseluruhan. Faktor-faktor yang dipertimbangkan antara lain:

–          Materialitas keuangan;

–          Batas kritis keberhasilan;

–          Visibilitas.

  1. Dampak hasil pemeriksaan, yaitu pengaruh hasil audit terhadap perbaikan atas area yang diaudit. Oleh karena entitas yang diaudit adalah DJKN yang mengelola kekayaan negara, maka unsur lain yang juga harus dilihat dalam “dampak hasil pemeriksaan” adalah apakah kekayaan negara dapat dikelola dengan baik dengan adanya audit ini.
  2. Auditabilitas, berkaitan dengan kemampuan tim audit untuk melaksanakan audit sesuai dengan standar profesional.

Hasil

  1. Area Audit Potensial (KKA Indeks B.1.1)

Dari kelima area audit potensial yang ada, yaitu (1) perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang; (2) pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; (3) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; (4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang; (5) pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara; area audit yang dipilih adalah “pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutan negara, dan lelang.”

  1. Area Kunci (KKA Indeks B.1.2)

Dua area kunci yang akan dinilai oleh tim audit berdasarkan hasil analisis dalam pelaksanaan audit di lapangan, yaitu:

  • Area Pengukuran; dan
  • Area Peningkatan Inventarisasi dan Penilaian BMN.

 

 

Lembaga Audit Pemerintah

TIM AUDIT KINERJA

KANTOR PELAYANAN AGRARIA ADIPURA

Auditee                             : Kanwil VII DJKN Jakarta

Kertas Kerja Audit                                           Tahun Buku                     : 2012 dan 2013

Oleh                                   : SGW

Di-review oleh              : ABI

PENETAPAN TUJUAN DAN LINGKUP AUDIT

Tujuan

Menetapkan tujuan audit tetap (firm audit objective) dan lingkup audit.

Langkah-langkah

  1. Tentukan tujuan audit tetap berdasarkan area kunci yang telah ditetapkan sebelumnya.
  2. Tentukan lingkup audit dengan langkah-langkah sebagai berikut.
    1. Manfaatkan informasi dari tahap audit sebelumnya.
    2. Sesuaikan lingkup audit.
    3. Gunakan pertimbangan profesional.
    4. Pertimbangkan karakteristik objek audit.

Hasil

  1. Tujuan Audit Tetap

Dari lima area potensial yang ada, tim audit melihat area “pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang” adalah yang terpenting untuk dilakukan audit karena banyaknya masalah yang timbul terkait dengan pengelolaan BMN yang merupakan bagian dari kekayaan negara. Banyak kekayaan negara yang inventarisasinya tidak dilakukan secara benar sehingga banyak menimbulkan kejanggalan ketika penyusunan laporan. BMN yang berada dalam pengelolaan instansi –instansi atau pemerintah daerah banyak yang tidak dibukukkan sehingga tidak tercatat sebagai kekayaan negara.

Berdasarkan pertimbangan di atas, tim audit akan lebih berfokus pada penilaian atas efektifitas pengelolaan dan inventarisasi BMN  dengan harapan bahwa audit ini akan meningkatkan kualitas pengelolaan BMN. Dengan demikian, perumusan tujuan audit tetap adalah:

“Menilai efektifitas pengelolaan dan inventarisasi BMN”

Untuk memenuhi tujuan di atas, audit akan menilai:

  1. Apakah struktur organisasi dan pengelolaan keuangan telah mendukung pengelolaan dan inventarisasi BMN secara optimal?
  2. Apakah proses pengeloaan dan inventarisasi BMN telah sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan?
  3. Apakah pengelolaan dan inventarisasi BMN telah dilakukan dan dipertanggungjawabkan dengan baik?

2. Lingkup Audit

a.  Tahun Anggaran yang diaudit adalah 2012 dan 2013.

b.  Lingkup kegiatan yang diperiksa audit meliputi proses pengelolaan dan akuntabilitas.

c.   Lingkup kegiatan yang diuji dalam audit berdasarkan pemilihan area kunci yang sudah dilakukan mencakup dua area kunci, yaitu area pengukuran dan area peningkatan inventarisasi dan penilaian BMN.

d.  Lokasi audit di Kanwil VII DJKN Jakarta.

e.   Audit pada DJKN sebagai instansi vertikal hanya bersifat konfirmasi.

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara adalah instansi Eselon 1 di lingkungan Kementerian Keuangan yang menangani pengelolaan kekayaan, piutang dan lelang negara. DJKN ini merupakan hasil dari program reformasi birokrasi di lingkungan Kementrian Keuangan, yang terbentuk pada tahun 2006 dari gabungan antara fungsi Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang fungsi Pengelolaan Kekayaan Negara Direktorat Pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara (PBM/KN) DJPb. DJKN ini merupakan transformasi dari DJPLN (Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara).

A. SEJARAH

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945, pemerintah menggulirkan program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit bagi para pengusaha kecil dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian rakyat pasca penjajahan. Kebijakan ini digariskan oleh Panitia Pemikir Siasat Ekonomi yang didirikan oleh Muhammad Hatta pada tahun 1946.

Dalam perkembangannya, pengucuran atau pinjaman dana yang diberikan oleh pemerintah tersebut tidak dapat dikembalikan tepat pada waktunya, bahkan dana tersebut menjadi kredit macet. Bila keadaan tersebut tidak segera dilakukan langkah pengamanan, maka dikhawatirkan akan sangat merugikan keuangan dan kekayaan negara yang selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan perekonomian negara. Atas dasar pertimbangan tersebut dan mengingat sistem penyelesaian perkara yang ada pada saat itu berdasarkan Pasal 195 HIR tidak mampu melakukan fungsinya dalam melakukan pengamanan terhadap keuangan dan kekayaan negara, maka berdasarkan Keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat Nomor Kpts/Peperpu/0241/1958 tanggal 6 April 1958 dibentuk Panitia Penyelesaian Piutang Negara (P3N) dengan tugas melakukan penyelesaian piutang Negara dengan cara Parate Eksekusi (melaksanakan sendiri putusan-putusannya seperti surat paksa, sita, lelang, dan keputusan hukum lainnya tanpa harus meminta bantuan lembaga peradilan).
Berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, negara Indonesia kembali ke keadaan tertib sipil yang dimulai pada tanggal 16 Desember 1960. Dalam situasi tertib sipil tersebut, maka dasar hukum yang memayungi Keputusan Penguasa Perang Pusat (yaitu Undang-Undang Dasar Sementara 1950) menjadi tidak berlaku lagi. Oleh karena itu, seluruh Keputusan Penguasa Perang Pusat berikut semua aturan pelaksanaannya tidak akan berlaku lagi. Namun demikian, tugas dan kewenangan P3N untuk menyelesaikan piutang negara secara cepat dan efisien masih dipandang relevan untuk tetap dilaksanakan. Oleh karena itu, sebelum Keputusan Penguasa Perang Pusat tersebut dicabut, maka dipandang perlu untuk menyusun suatu ketentuan pengganti yang dapat mempertahankan eksistensi tugas dan kewenangan pengurusan piutang negara yang cepat dan efisien. (more…)

Dalam melakukan suatu audit kinerja, diperlukan suatu indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran kualitatif dan kuantitaif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja ini terdiri dari input, output, outcome, benefit, dan impact.

Dalam audit kinerja, dua indikator terakhir yaitu benefit dan impact merupakan indikator kinerja yang saling terkait erat. Pengukuran benefit dan impact relatif sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan manfaat dan dampak harus dikuantifikasikan dalam satuan moneter. Kesulitan dalam menentukan nilai moneter dari manfaat dan dampak tersebut menyebabkan ukuran manfaat dan dampak hanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk kalimat verbal. Selain itu, keduanya merupakan indikator yang menunjukkan efek lanjutan dari outcome. Keduanya juga merupakan ukuran yang bersifat jangka panjang. Pengukuran manfaat dan dampak harus didahului dengan penelitian agar indikator-indikator yang dibuat valid, akurat, dan dapat diandalkan. Pengumpulan data kinerja untuk pengukuran indikator benefit dan impact dapat dilakukan pada akhir periode selesainya suatu program.

Sementara itu, benefit dan impact dapat dibedakan dalam beberapa hal, yaitu sebagai berikut.

  • Manfaat (Benefit) adalah kegunaan suatu keluaran yang dirasakan langsung oleh masyarakat, dapat berupa tersedianya jasa atau fasilitas yang dapat diakses oleh publik. Manfaat berorientasi pada efek positif atas suatu output. Contoh dari manfaat adalah adanya berita iptek nuklir yang dapat diakses oleh masyarakat, fasilitas yang aman dan nyaman sehingga dapat meningkatkan pemahaman umum masyarakat terhadap pemanfaatan iptek nuklir.

  • Dampak (Impacts) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan, atau kepentingan umum lainnya yang dinilai oleh pencapaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan. Pada umumnya indikator dampak tidak bisa terukur dalam waktu dekat dan hasil pengukurannya akan lebih baik jika dilakukan oleh pihak pengguna layanan. Dampak sendiri terdiri dari dampak positif dan dampak negatif.

Dampak Positif

  1. Produktivitas kegiatan masyarakat/ekonomi meningkat.
  2. Pelaksanaan kegiatan perekonomian akan berjalan lebih lancar dan mampu mempercepat proses pertumbuhan ekonomi.

Dampak Negatif

  1. Pembangunan ekonomi yang tidak terencana dengan baik mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan hidup.
  2. Akibat dari pncemaran, banyak menimbulkan kematian bagi binatang-binatang, manusia dapat terkena penyakit, hilangnya keindahan alam dan lain-lain.

Sumber:

http://suprieyblog.blogspot.com/2010/04/indikator-kinerja-kebijakan-publik.html

http://www.batan.go.id/bkhh/index.php/renstra-bkhh.html

SEJARAH AUDIT KINERJA PADA SEKTOR PUBLIK

A. Pendahuluan 

Audit kinerja merupakan audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kerja entitas yang diaudit dalam hal ekonomi, efisiensi, dan efektivitas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan akuntabilitas publik. Audit kinerja dikembangkan dari kebutuhan manajemen akan adanya ukuran untuk menilai kinerja dari suatu entitas. Pada awalnya, audit hanya dilakukan untuk menilai kewajaran suatu laporan keuangan. Kewajaran laporan keuangan ini terkait erat dengan audit kepatuhan (compliance audit), yaitu untuk menilai kepatuhan auditee terhadap prosedur, standar, dan aturan yang berlaku. Namun demikian, audit keuangan ternyata masih belum bisa menyajikan seluruh informasi yang dibutuhkan untuk menilai suatu entitas. Kewajaran laporan keuangan tidak bisa menjelaskan tentang informasi mengenai aspek ekonomi, efektivitas, dan efisiensi (3E) dari suatu entitas.

Audit kinerja sendiri merupakan metamorfosis dari audit intern (internal audit) yang kemudian berkembang menjadi audit operasional (operational audit) dan selanjutnya menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen berfokus pada penilaian aspek ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit) yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Kolaborasi antara audit manajemen dan audit program inilah yang menghasilkan audit kinerja (performance audit). Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa jenis audit dan terminologinya:

  1. Audit operasional: pengkajian atas setiap bagian organisasi terhadap prosedur operasi standar dan metode yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan (3E).
  2. Audit program adalah langkah-langkah prosedur audit yang harus diikuti oleh Auditor dan Asisten Auditor dalam melakukan pengujian substantif. Audit program dibuat berdasarkan atas hasil pengujian Struktur Pengendalian Internal Klien. Audit program mencerminkan scoup / cakupan luas Audit.
  3. Audit manajemen merupakan bentuk pemeriksaan untuk menilai, menganalisis, meninjau ulang hasil perusahaan, apakah telah berjalan secara efektif dan efisien serta mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dan kemudian melaksanakan pengujian dan penelaahan atas ketidakhematan, ketidakefisienan maupun ketidakefektifan untuk selanjutnya memberikan rekomendasi perbaikan demi tercapainya tujuan perusahaan.
  4. Compliance audit (audit ketaatan) adalah proses audit untuk memastikan bahwa kebijakan, peraturan, dan prosedur telah dijalankan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh organisasi.
  5. Performance audit (audt internal) adalah sebuah audit dalam rangka mendapatkan gambaran mengenai kinerja sebuah organisasi/perusahaan secara keseluruhan.
  6. Audit internal adalah aktivitas independen, objektif dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi.
  7. Audit Eksternal adalah pemeriksaan berkala terhadap pembukuan dan catatan dari suatu entitas yang dilakukan oleh pihak ketiga secara independen (auditor), untuk memastikan bahwa catatan-catatan telah diperiksa dengan baik, akurat dan sesuai dengan konsep yang mapan, prinsip, standar akuntansi, persyaratan hukum dan memberikan pandangan yang benar dan wajar keadaan keuangan badan.

Lebih lanjut, audit kinerja dapat dilakukan oleh internal auditor maupun eksternal auditor. Di Indonesia, audit kinerja eksternal merupakan wewenang BPK sedangkan audit kinerja internal merupakan wewenang BPKP. Hal ini sesuai dengan mandat yang terdapat dalam UU No. 15 tahun 2004 mengenai wewenang BPK dan PP No. 60 tahun 2008 mengenai wewenang BPKP.

B. Sejarah Singkat Audit Kinerja

Butuh waktu yang cukup lama bagi ilmu audit untuk berkembang dan menghasilkan cabang audit berupa audit kinerja. Evolusi audit dimulai dari audit laporan keuangan pada tahun 1930, dianjutkan dengan audit manajemen pada tahun 1950, dan audit program pada tahun 1970. Pada tahun 1971, Elmer B. Staat dari United States Comptroller General Accounting Office, untuk pertama kali memperkenalkan istilah “Performance Audit” pada Kongres INTOSAI di Montreal, Kanada. Semenjak itu, audit kinerja (performance audit) yang merupakan perluasan dari lingkup audit keuangan, mulai dilaksanakan dalam audit sektor publik oleh Supreme Audit Institution (Lembaga Audit Tertinggi) di seluruh dunia.

Audit kinerja pada sektor publik memang berperan penting dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Perlunya dilakukan audit kinerja pada sektor publik dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

  1. Meluasnya cakupan aktivitas yang harus diurus oleh sebuah negara. Negara yang pada awalnya hanya mengatur tentang hukum dan administrasi negara, sekarang mulai merambah ke semua sektor ekonomi dan sosial.
  2. Adanya sumber daya negara yang terbatas. Setiap negara memiliki sumber daya yang terbatas sehingga setiap penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan harus memenuhi prinsip ekonomi, efisiensi, dan efektifitas.
  3. Perkembangan sistem demokrasi yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dari setiap insitusi pemerintah.
  4. Adanya kesempatan untuk meningkatkan efisiensi dari pengembangan sistem manajemen internal.

(more…)